Tulisan Arief A. Yudanarko di Tabloid CALTRON, Tahun I, nomor 4, Februari 2003. Artikel ini ditulis pada awal perintisan sosialisasi kegiatan pengenalan teknologi di sekolah dasar yang dimulai sejak akhir 2001 di Surabaya.
Serempak wajah-wajah polos itu seolah tak percaya. Satu dua dari mereka memberanikan diri bertanya. Mereka adalah anak-anak sebuah sekolah dasar ternama di Surabaya. Dan peristiwa ini terjadi ketika pertama kali saya perkenalkan robot di kelasnya.
Respon seperti itu bukan sesuatu yang aneh bagi saya. Karena seperti itu juga reaksi saya ketika seorang dosen memperkenalkan robot di kelas yang saya ikuti, sembilan tahun lalu. Dua tahun setelah itu, saya benar-benar ‘mengendarai’ robot pada sebuah perlombaan bergengsi, International Robot Contest di Osaka – Jepang. Saya di sana sebagai anggota tim yang mewakili Indonesia. Kami memang tidak meraih juara karena hanya mampu mengalahkan tim Amerika yang robotnya tidak kuat berjalan. Sementara robot kami hanya mampu menendang satu dari lima bola rugby ke gawang. Itupun meleset. Bola itu adalah satu-satunya persembahan kami sesaat sebelum robot rusak. Kerusakan yang disebabkan dia ‘terpaksa’ kami buat dengan barang rongsokan pada beberapa bagian. Waktu itu, terlalu mahal harga sebuah motor DC yang lengkap dengan gearboxnya selain cukup sulit juga mencarinya. Pengalaman ini membuka paradigma baru cara pandang saya terhadap teknologi. Continue reading →