Majalah TechLife Indonesia, Edisi 75 | Desember 2014
Komponen elektronik itu menyatu, berkedip, dan bisa maju mundur. Sesekali ia berhenti, kemudian kembali bergerak, mirip mainan mobil. Tetapi itu bukanlah mobil mainan, melainkan sebuah robot sederhana penjejak garis yang baru saja dibuat oleh murid-murid sekolah menengah pertama dan tergabung dalam KOKARO (Komunitas Kampung Robot) di Sidoarjo Jawa Timur.
Luar biasa! Hanya dalam tempo satu hari sebuah robot bisa tercipta oleh anak-anak usia belia. Meskipun sederhana dan dipandu dengan modul yang telah disiapkan namun kecepatan dari daya kreatif untuk membangun sebuah robot benas-benar terlihat. Satu-persatu rangkaian dan kabel serta komponen dipelajari, nyaris tak ada yang menganggur. Itulah sedikir gambaran di markas edukasi robot usia dini binaan Arief A. Yudanarko yang diberi nama Komunitas Kampung Robot atau KOKARO.
Arief mendirikan komunitas ini terilhami oleh pengalaman ikut perlombaan robot, Robocon 1995 di Osaka, Jepang. Saat itu dia berstatus mahasiswa Politeknik Elektronika Negeri Surabaya. Dia dan timnya mewakili Indonesia di kompetisi internasional itu. Sayang, timnya tak membawa pulang piala. Namun lelaki kelahiran Bojonegoro itu bangga sudah bisa mengikuti kompetisi tersebut.
Di sana, dia melihat bahwa kemampuan robot Indonesia sebetulnya sama dengan robot negara lain. “Kami tidak kalah dalam masalah ide, tapi kalah dalam hal kecanggiha robot,” kata Arief. Akhirnya dia menyebarkan ‘virus robot’ di Indonesia. Dosen pembimbingnya di kampus juga mendukung. Pada 2001, dia mengajar pelajaran ekstrakurikuler elektronika di SD Al-Hikmah Surabaya. Pelajaran itu kemudian dia ganti menjadi ekstrakurikuler robot. Sejak saat itu, banyak sekolah yang tertarik belajar robotika.
Pusat kegiatan KOKARO bertempat di seberang SDN Pilang, kira-kira 50 meter dari perempatan Pilang, Sidoarjo Jawa Timur. Aktivitas pembuatan robot seperti tak pernah berhenti di sini. Sigit misalnya, murid kelas III SMK, merasa senang bisa bergabung dengan komunitas ini karena dirinya sangat menggemari elektronika. “Keren jika masih pelajar seperti saya sudah bisa merakit robot,” ujarnya.
Arief mengaku belum melakukan pendataan anggota secara resmi. Pasalnya komunitas ini bersifat terbuka, jadi siapapun dapat bergabung. Meski demikian, KOKARO mengklasifikasikan anggota menjadi tiga kelompok berdasarkan keterlibatannya, yaitu mereka yang mengajar, belajar, dan ikut meramaikan. Dalam tiga tahun terakhir, mereka yang belajar, baik melalui pelatihan, ekstrakurikuler di sekolah, dan konsultasi daring secara langsung dengan fasilitator KOKARO sudah hampir 1000-an orang. Namun jumlah fasilitator masih sangat terbatas.
Bergabung dengan KOKARO, kata Arief, sangat mudah. Setiap orang yang pernah mengikuti pelatihan atau kegiatan ekstrakurikuler robotika di sekolah yang KOKARO fasilitasi secara langsung sudah dianggap sebagai anggota komunitas. Hanya kelompok pengajar atau fasilitator yang harus telah mengikuti pelatihan instruktur dari KOKARO. “Biaya keanggotaan belum ada. Insya-Alloh, kami rencanakan tahun depan mulai ada pendataan dan pemberian identitas bagi anggota,” terangnya.
Meski berpusat di Sidoarjo Jawa Timur, KOKARO rupanya sudah melebarkan sayapnya hingga ke Yogyakarta, Makassar, dan Bontang. “Pertengahan November kemarin bersamaan dengan agenda pelatihan, kami mencoba mengajak teman-teman di Pekanbaru untuk membentuk komunitas di sana. Selain itu kami juga terus berupaya mengembangkan di kota-kota lainnya,” ujar Arief.
Arief mengaku sempat ada perusahaan yang mengajak kerjasama untuk mengembangkan robot tertentu. Tetapi tawaran tersebut belum terlaksanan karena konsentrasi KOKARO masih pada pengembangan robot edukasi, yaitu robot untuk media belajar robotika di lingkungan pendidikan. Di awal 2014 lalu KOKARO baru saja merilis Robot SINAURO yang merupakan rangkuman dari proyek-proyek tunggal sejak awal kegiatan pembelajaran robotika dimulai. “Dengan Robot SINAURO, siapapun dapat belajar dengan mudah tentang teknik dasar robot bergerak (mobile-robot), manual serta otomatis seperti penjejak dinding (wall-tracker), penghindar rintangan (obstacle-avoider), pengikut (follower), serta penjejak garis (line-tracker),” jelas Arief.
Ke depannya, lanjut Arief, KOKARO akan terus melakukan edukasi robotika kepada masyarakat. Namun mengingat kegiatan produksi terus meningkat, Arief berharap KOKARO memiliki satu tempat sendiri. Karena selama ini kegiatan produksi masih menggunakan rumah salah satu anggota. Selain itu, Arief juga berharap mendapat dukungan dari pemerintah. “Semoga KOKARO dapat pengakuan dari pemerintah sebagai potensi unik daerah,” tutup Arief. (dwi)