Banyak yang beranggapan membuat robot itu sulit. Tapi, sekarang banyak yang mampu menciptakannya. Arief Andhi Yudanarko, pendiri Komunitas Kampung Robot (Kokaro), adalah salah seorang yang peduli dan siap membantu warga untuk merangkai robot sendiri.
Jari-jari tangannya begitu lincah memencet remote manual untuk menjalankan robot penyapu jalan. Sambil terus menggerakkan robot berwarna putih itu, Arief Andhi Yudanarko menjelaskan dengan detil komponen penyusun robot tersebut. Termasuk bidang keilmuan yang dipelajari dalam membuat robot. Mulai mekanis, elektronik, hingga ilmu komputer. “Jadi, tidak hanya satu bidang ilmu yang dipelajari,” katanya saat ditemui di kediamannya, kawasan Kemiri, Sidoarjo, kemarin (16/5).
Multibidang keilmuan itu pula yang sering membuat orang kerap minder untuk belajar robot sebelum mencobanya. Mereka khawatir gagal, menganggap bahwa membuat robot itu sangat rumit.
Yuda -sapaan Arief Andhi Yudanarko- mengakui hal tersebut. Tapi, dia tidak ingin pemahaman itu terus berlanjut. Perlahan, pria kelahiran Bojonegoro tersebut mengubah pemikiran itu. Dia pun memberikan pemahaman kepada orang-orang bahwa membuat robot itu gampang.
Bahkan, anak-anak pun bisa melakukannya dengan modal yang tidak terlalu mahal. Cukup dengan membeli mobil mainan. Ditambah motor untuk penggerak dan komponen elektro lain, mereka bisa menciptakan robot sesuai dengan keinginan.
“Saya selalu menekankan pada 3T,” tegas pria 40 tahun tersebut. Pertama, terjangkau konsep. Artinya, pembuatan robot yang diajarkan Yuda memiliki konsep sederhana. Dengan begitu, warga level bawah atau anak-anak mudah memahaminya.
Kedua, terjangkau bahan. Maksudnya, bahan robot buatan Yuda yang diaplikasikan para anggota Kokaro tersebut mudah didapat. Tidak perlu mencari ke luar negeri. Di pasar lokal, bahan itu tersedia. Bahkan, di tempat loakan pun ada.
Ketiga adalah terjangkau biaya. Seseorang tidak perlu mengeluarkan uang jutaan. Ada sebuah robot yang biaya bahan, belum termasuk biaya produksi, kurang dari Rp 50 ribu. Biasanya biaya akan lebih mahal jika robot diikutsertakan lomba. “Sebab, butuh komponen yang bermutu dan spesifikasi lebih tinggi,” jelasnya.
Selama ini Yuda tidak hanya menyebarkan ilmu tentang pembuatan robot. Di setiap pelatihan proyek robot, dia juga menanamkan pendidikan karakter. Misalnya, proyek robot visilife (very simple light follower) atau robot pengikut cahaya yang memiliki filosofi khusus. “Dalam hidup, hendaknya mengikuti atau menuju ke sumber cahaya, bukan kegelapan,” ujar bapak dua anak tersebut.
Selain itu, Yuda melatih kedisiplinan serta meningkatkan kreativitas sekaligus kerja sama. Tujuannya, robot yang dihasilkan nanti maksimal. Tidak menemui kendala saat dioperasikan. Untuk membakar semangat anggota, di komunitasnya Yuda membuat tagline “Aayo, buat sendiri robotmu!”
Alumnus Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS), jurusan Teknik Telekomunikasi itu lebih memfokuskan pelatihan pembuatan robot pada anak-anak untuk memenuhi pesan pembimbingnya di Jepang, Takashi Tsuzuki. Takashi menyampaikan pesan tersebut saat Yuda ikut kompetisi Robocon di Osaka, Jepang, pada 1995.
Di sela kompetisi, Takashi mengajak Yuda dan timnya jalan-jalan. Mereka mampir ke balai pelatihan pembuatan robot. Yuda kaget saat melihat anak-anak usia SMP yang mengikuti pelatihan. Dia pun menanyakan hal itu kepada Takashi. Menurut Takashi, pelatihan tersebut memang dikhususkan untuk anak-anak.
“Saat itu pembimbing saya mengatakan, ‘Setelah lulus kamu bikin kegiatan untuk mengenalkan robot kepada anak-anak,'” kenang Yuda. Tapi, pesan tersebut tidak langsung terealisasi. Setelah lulus pada 1996, Yuda malah asyik bekerja. Pada 2001 dia baru ingat pesan penting itu.
Di sela kesibukannya bekerja sebagai customer service (CS), dia mulai mengutak-atik komputer lagi. Yuda mencari informasi tentang pembuatan robot. Dia juga sering turut serta dalam kegiatan robotik untuk anak-anak.
Akhirnya dia ditawari untuk menjadi guru ekstrakurikuler elektronika di salah satu SMP di Surabaya (ralat: SD di Surabaya). Yuda menawarkan kepada pihak sekolah agar mengganti ekstrakurikuler tersebut dengan kegiatan robotik. Awalnya sekolah khawatir ekstrakurikuler robotik sangat sulit. Tapi, Yuda meyakinkan bahwa belajar membuat robot itu menyenangkan. “Awalnya memang sulit menerapkan pembuatan robot pada anak-anak. Saat itu yang bisa membuatnya memang level mahasiswa,” jelasnya.
Salah satu kendala yang dihadapi adalah mencari komponen robot, Yuda juga harus menyesuaikan teknik pembuatan robot yang dikenal sebagai teknologi tinggi menjadi hal yang sederhana. Dengan begitu, teknik itu mampu diterima anak-anak.
Setidaknya, butuh waktu empat tahun bagi Yuda untuk menciptakan konsep pembuatan robot yang menyenangkan. Yuda terbantu dengan dukungan dosen PENS sebagai pembina, Dr.Eng. Indra Adji Sulistijono, M.Eng., ketika memulai sosialisasi robotika.
Yuda pun sering diundang untuk memberikan pelatihan pembuatan robot kepada para guru. Dia juga membagi ilmunya kepada masyarakat. Setidaknya, sudah lebih dari 500 orang yang mendapat ilmu langsung darinya. Belum lagi, rekan-rekan dia yang mengajar tanpa dirinya. “Jumlah anggota Kokaro di seluruh Indonesia lebih dari seribu. Setiap orang yang mengikuti pelatihan, saya anggap sebagai anggota,” tegasnya.
Suami Indriana Wahyu H.A. itu berharap Kokaro bukan sekadar komunitas. Dia ingin Kokaro memiliki tempat khusus. Tidak berpindah-pindah seperti sekarang. Dia juga ingin ada kampung Kokaro. Seperti Kampung Inggris di Kediri. Dengan begitu, orang yang ingin belajar robot bisa langsung menuju Kampung Robot. Menjadi sarana rekreasi sekaligus edukasi.
Dari Jawa Pos Metropolis Weekend, 17 Mei 2015, tulisan Maya Apriliani.